Bermula dari bahasa Melayu, Ternyata Begini Asli Bahasa Palembang

Pesatnya laju modernisasi memang berpengaruh pada keaslian adat budaya, termasuk bahasa asli daerah Palembang.Tak banyak yang tahu, ternyata bahasa Palembang yang sering dipakai orang merupakan bahasa dari Melayu.

Bahasa sehari-hari yang dipakai di Palembang merupakan baso sari-sari, sedangkan bahasa halus disebut bebaso. Bahasa ini mengandung unsur kata bahasa Melayu dengan pengucapan dialek ‘o’ seperti apo, cakmano, kemano, siapo, ado apo dan banyak lagi.

Tidak saja dipengaruhi bahasa melayu, baso Palembang juga mengandung unsur kata bahasa Jawa. Apalagi, dulu nya Palembang ini merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Kemudian, Kesultanan Palembang muncul melalui proses yang panjang dan berkaitan erat dengan kerajaan-kerajaan besar di Pulau Jawa, seperti Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram.

Pengamat budaya dan sejarah dari Ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP), Vebri Al Lintani menegaskan, bahasa Palembang sejatinya adalah bahasa melayu. Karena masuknya sejarah para bangsawan dari pulau Jawa, jadi Palembang memiliki bahasa Palembang Alus (bebaso, kromo inggil) yang hampir menyerupai bahasa Jawa.

“Kesultanan Palembang Darussalam berdiri saat penyebaran Islam mulai menyebar di abad ke 15. Singkatnya, Kesultanan Palembang Darussalam didirikan oleh sekelompok orang dari Demak Jawa Tengah. Ketika itu terjadi konflik perebutan kekuasaan antar keluarga keturunan Raden Fatah. Dalam keadaan huru-hara itulah Ki Gede Sido Suro dan 12 keluarga meninggalkan Jawa menuju Palembang,

Saat itu, di Palembang dipimpin oleh raja melayu keturunan Demang Lebar Daun. Tanpa ladiestory.id pertumpahan darah Ki Gede Sido ing Lautan, diterima sebagai raja penerus Ario Damar atau Ario Dilla saudara tiri Raden Fatah,” tuturnya.

“Setelah itu, di lingkungan internal kerajaan dipakai bahasa Jawa sebagai bahasa resmi. Lambat laun, hubungan interaksi antara pihak kerajaan yang berasal dari Jawa dengan masyarakat Palembang yang berbahasa Melayu membentuk sebuah bahasa baru yang sekarang dikenal sebagai bahasa Palembang yaitu bahasa hasil akulturasi bahasa Melayu dan bahasa Jawa,” jelas dia

Dia mengungkapkan, bahwa konflik dengan Belanda di masa ini puncaknya pada tahun 1659. Ketika itu Belanda membakar Kuto Gawang, namun Jawa diam saja. Masalah ini membuat Palembang kecewa dengan Jawa (Mataram) yang mengaku sebagai pelindung tapi tidak berbuat apa-apa. Oleh karena itulah, muncul inisiatif dari Ki Mas Hindi untuk melepaskan Palembang dari protektorat Mataram.